Praktek Sains

Praktek Sains
Siput atau keong? Anak-anak adalah pengamat yang bersemangat. Sains merangsang rasa keingin-tahuan anak sehingga timbul minat belajar secara alami.

Presentasi Individual Anak

Presentasi Individual Anak
Anak memperagakan apa yang sudah dipelajari sehingga orangtua dapat mengikuti perkembangan anak di sekolah secara faktual.

Belajar Sambil Bermain

Belajar Sambil Bermain
Dunia anak adalah dunia bermain dan tertawa. Permainan yang tepat mengembangkan berbagai kemampuan fisik motorik dan kecepatan reaksi serta menumbuhkan sikap sportif dalam menghadapi kemenangan maupun kekalahan.

Cooking Class

Cooking Class
Begitu banyak ketrampilan dan pengetahuan yang bisa diraih dalam satu kegiatan terpadu, memasak.

Tuesday, May 5, 2009

AKU SPESIAL, KAMU JUGA


Aku spesial, sangat spesial. Tak ada yang s’perti ku... Kamu spesial, sangat spesial, tak ada yang s’perti mu. Mataku dua, matamu juga dua. Hidungku satu, hidungmu satu. Tapi aku tetap aku... Aku spesial, kamu juga.

 

Demikianlah bunyi syair lagu yang dipersembahkan oleh seorang ibu guru bersama murid-muridnya, Trio Rajawali, dalam sebuah acara pentas sekolah taman kanak-kanak yang diselenggarakan pada hari Minggu tanggal 21 Desember 2009 lalu. Lagu inspirasional yang sederhana dan mudah dicerna ini khusus digubah oleh sang ibu guru untuk menghargai keunikan setiap anak.

 

Setiap anak unik. Secara umum, kita bisa menerima pernyataan ini dengan mudah. Tetapi, apakah kita sungguh-sungguh mengerti makna yang tersirat di luar perbedaan fisik yang jelas-jelas terlihat? Apa yang membuat setiap anak menjadi suatu pribadi yang unik? Apakah keunikan itu sesuatu yang positif atau negatif? Bagaimana sikap kita ketika kita dihadapkan pada keunikan seorang anak?

 

Keunikan itu adalah ...

 

 

Tidak ada satupun mahluk hidup yang sama persis di dunia ini, termasuk manusia. Tuhan telah menciptakan manusia dengan detail yang begitu rumit dan indah melampaui akal budi. Terlalu banyak faktor yang mempengaruhi perkembangan dan kehidupan seorang anak manusia sehingga tak seorang ahlipun dapat merangkumnya dan memformulasikan suatu resep mujarab yang dapat dipakai untuk menangani semua masalah perkembangan anak. Bahkan di antara dua anak kembar identik, perbedaan itu tetap nyata. Sungguh sangat tidak realistis jika ada orang tua yang mencoba ‘membanding-bandingkan’ (baca membuat menjadi sama) anaknya dengan anak orang lain, padahal anak-anak kandung mereka sendiri yang notabene berasal dari gen yang sama, makan makanan yang sama dan dididik oleh orang tua yang sama juga tidak sama perkembangannya.

 

Dalam acara pentas itu, anak-anak TK mempersembahkan sebuah drama berjudul Singa Yang Malas yang dibawakan secara mandiri oleh anak-anak (bantuan guru sangat minimal). Dua anak yang sudah memiliki kemampuan bertugas membacakan narasi cerita, sedangkan anak-anak lain masing-masing mendapat peran dan mengucapkan dialog yang sudah dilatih (dihafal) . Saking lancarnya kedua narator cilik ini membacakan cerita, orang tua dari seorang anak lain menjadi tergoda untuk menginginkan kemampuan yang sama dimiliki oleh anaknya. Orang tua tersebut kemudian meminta agar guru mau memberikan les privat bagi anaknya. Mengingat si anak memiliki karakteristik dan latar belakang yang kurang mendukung (terutama faktor pola asuh orang tua itu sendiri), sang guru malah menghimbau orang tua tersebut untuk tidak terlalu memaksa si anak karena hanya akan membuat si anak stress atau yang lebih berbahaya, trauma belajar. Sebaliknya, sang guru juga mengingatkan orang tua untuk lebih menghargai potensi anak di bidang logika dan matematika, yang boleh dinilai lebih unggul dari teman-temannya. Well, rumput tetangga selalu tampak lebih hijau bukan?

 

Sudah ditemukan paling sedikit 8 jenis kecerdasan unik anak. Howard Gardner menyebutnya sebagai Multiple Intelligence atau Kecerdasan Majemuk. Dalam bahasa sehari-hari, Kecerdasan Majemuk dapat dikatakan sebagai minat dan bakat yang mencakup kecerdasan berbahasa, logika/matematika, gambar, musik, jasmani, pribadi, bergaul dan alam. Jenis ke 9 yang terakhir ditambahkan adalah kecerdasan eksistensial yang secara bebas diartikan oleh penulis sebagai kemampuan berpikir secara filosofis atau merenungkan keberadaan diri maupun tujuan hidup. Jenis-jenis kecerdasan baru masih terus digali dan ditambahkan ke dalam daftar ini. Meskipun ada orang yang mengatakan bahwa kesuksesan ditentukan oleh  10% bakat dan 90% kerja keras, faktor bakat dan minat menentukan interaksi seorang anak dalam kegiatan atau proses belajar. Penulis pernah memiliki seorang murid yang jelas menunjukkan jenis kecerdasan matematika. Kegiatan belajar di taman kanak-kanak tentu tidak bisa lepas dari menggambar dan mewarnai. Ketika diminta menggambar, anak ini menjadi sangat tidak bersemangat dan sering menolak menyelesaikan tugasnya. Tetapi ketika diberi soal-soal latihan matematika, si anak sangat antusias dan bahkan meminta soal yang lebih menantang.

 

Gaya belajar juga mempengaruhi bagaimana cara seorang anak berperilaku dalam kegiatan belajar. Anak yang bergaya belajar visual lebih mampu memahami konsep jika melihat gambar atau alat peraga, sedangkan anak yang cenderung ke arah auditory lebih menyukai belajar melalui pendengarannya. Yang ketiga adalah anak yang sayangnya seringkali diberi cap sebagai anak nakal karena tidak bisa duduk diam ketika belajar. Anak ini sebenarnya akan mampu belajar lebih baik jika dia bergerak. Justru ketika disuruh diam, dia tidak akan mampu menangkap materi pelajaran. Dalam setting kelas yang terlalu formal dan kaku, akhirnya anak malang  ini mendapat julukan baru, yaitu anak bodoh karena tidak bisa mengikuti pelajaran.

 

Positif atau negatif ?

 

Apakah ada yang bisa mengatakan bahwa sate lebih enak daripada bakso? Meskipun sama-sama terbuat dari bahan dasar yang sama, yaitu daging, cara pengolahan dan bumbunya telah membuat keduanya jauh berbeda. Bagi penyuka sate, tentu sate yang dipilih. Sebaliknya, penghobi bakso tak akan mau mengalah. Sungguh beruntung penulis suka keduanya, jadi tidak ikut terlibat dalam perdebatan telur atau ayam semacam ini.

 

Esensinya adalah kita seharusnya menghargai karunia Tuhan yang dahsyat. Anak-anak kita adalah pemberian Tuhan yang terindah dan kepada masing-masing dari mereka, Tuhan menganugerahkan karunia yang berbeda-beda. Itu sudah satu paket yang tidak dapat ditawar lagi. Tugas kita sebagai orang tua dan guru adalah menemukan potensi tersembunyi itu dan membantunya berkembang, sedapat mungkin membiarkan anak itu menggali potensinya sendiri secara mandiri (bukan disuapi). Maria Montessori, seorang dokter yang juga pendidik, mengatakan bahwa tugas seorang pendidik adalah membuat potensi anak terbuka (to unfold). Jadi, kita tidak berusaha membuat anak ini menjadi sesuai dengan keinginan kita melainkan menerima serta mendukung apa yang memang ada di dalam dirinya.

 

Jika anak kita tampak berbakat di bidang musik, tentu kita harus memberinya kesempatan untuk berkembang di bidang itu, dan bukannya mendorong dia untuk menjadi seorang dokter misalnya – kecuali jika dia ternyata memang memiliki potensi di sana juga. Buktinya, Tompi dapat menjadi seorang dokter tanpa harus kehilangan kesenangannya di bidang tarik suara. Ini yang disebut berkat ganda. Pada beberapa anak/remaja, kadang bakat dan minat belum bisa dideteksi sejak dini. Dalam hal ini, kita sebagai orang tua jangan ragu untuk membawa anak kita ke biro psikologi untuk dites bakat dan minatnya. Biasanya murid-murid kelas 3 SMA mendapat tes jenis ini agar mereka lebih mantap dalam menentukan pilihan jurusan yang akan mereka ambil saat kuliah kelak. Tetapi, jika keuangan mengijinkan, ada baiknya kita juga melakukannya sejak mereka masih duduk di taman kanak-kanak sehingga kita dapat mengarahkan mereka secara optimal sejak dini – mumpung ini adalah masa keemasan perkembangan otak anak yang disebut Golden Age.

 

Jadi bagaimana kita bersikap ...

 

Yang pertama adalah menerima anak kita apa adanya, kelebihan dan kekurangannya. Bagaimana kita bisa menuntut kesempurnaan dari anak kita, sedangkan kita sendiri penuh dengan kelemahan? Apalagi faktor keturunan (genetik) juga mempengaruhi kualitas seorang anak. Kalau orang tua berhidung mancung ke dalam, anaknya secara alami juga akan sama. Jika anaknya ternyata berhidung mancung, ini justru patut dipertanyakan. Anak siapakah gerangan?

 

Yang kedua adalah menghargai anak kita dengan sepatutnya – lha mereka anak kita sendiri, masak kita lebih menghargai anak tetangga. Makna praktisnya begini, jika cuma ada angka 6 di dalam rapor anak kita dan kita tahu dia sudah berusaha semaksimal mungkin tapi potensinya memang hanya sekian saja, pujian dan pelukan adalah bagiannya. Kita seharusnya mengatakan kepadanya bahwa kita bangga akan hasil yang sudah dicapainya (daripada dapat nilai 5 atau 3, ya bersyukur saja) dan tidak berusaha membanding-bandingkan dia dengan anak lain. Emang enak dibanding-bandingkan?!

 

Sebenarnya masih banyak sekali sikap orang tua atau pendidik yang harus dituliskan, tetapi kali ini cukup sampai yang ketiga, yaitu menyesuaikan situasi dan cara membimbing dengan kelebihan anak kita (lihat Multiple Intelligence dan gaya belajar di atas). Mengapa kita harus lebih fokus pada kelebihan? Karena ini akan mempermudah proses belajar anak dan kelebihan itu otomatis akan menutupi kekurangannya pada akhirnya. Contoh sederhana, penulis sebenarnya tidak bisa mengetik dengan sepuluh jari tapi dengan bakat menulis, penulis mampu membuat artikel ini. Mengapa penulis harus bersusah payah belajar mengetik dengan sepuluh jari? Toh pembaca hanya peduli dengan isi artikel, bukan cara mengetiknya. (Sinta Tj / inti-prestasi-school.co.cc)

 

Biarkan anak kita menjadi dirinya sendiri karena itulah yang terbaik baginya.